Home
Klasifikasi
Info Seputar Anggrek
Galeri |
Potensi Bioweapon Sebagai
“Destroyer” Baru Bagi Dunia Peranggrekan Indonesia
Monday, February 5th, 2007 by
Destario Metusala

Gambar oleh Destario Metusala 07
Bila
mendengar kata senjata biologi (biology weapon/bioweapon),
pasti yang pertama tersbesit adalah penyakit-penyakit
menular pada manusia seperti antrax, botulinum, ebola, cacar
ganas, maupun penyakit pada ternak seperti sapi gila bahkan
flu burung. Tapi jangan salah sangka, saat ini ancaman lain
justru datang dari sector pertanian. Suatu perang
terselubung untuk menghancurkan sistem ketahanan pangan dan
ekonomi suatu negara.
Persenjataan biologi mendapat perhatian sejumlah kalangan
pada akhir-akhir ini karena berkaitan dengan kemudahan
pembuatan dan propagasi massa hayati (mikroba) tidak saja
oleh ahli biologi/mikrobiologiwan semata tetapi juga mereka
yang berpengalaman dalam kerja laboratorium mikrobiologi
atau propagasi sel (kultur jaringan). Adanya mikroba bakteri,
cendawan dan virus yang bersifat patogen akan sangat
bermanfaat untuk “perang hayati” dan banyak anggotanya
sangat mudah untuk diperoleh, dikembangbiakkan, dimodifikasi
dan disebarluaskan. Walaupun kenyataan bahwa senjata
biologi sangat bermanfaat dalam penanganan kekuatan militer
biasa, kemungkinan lain yaitu penggunaan senjata biologi
oleh kelompok-kelompok terorganisir sebagai alat dalam usaha
penghancuran sistem pertanian suatu bangsa. Sistem pertanian
merupakan unsur pokok dalam pembangunan ekonomi suatu negara
agraris khususnya di basis negara-negara berkembang seperti
kawasan Asia Tenggara dan sebagian Asia Timur, khususnya
lagi Indonesia sebagai negara dengan sumber pendapatan
sebagian besar penduduknya berasal dari pertanian.
Berdasarkan
data Sakernas yang telah diolah kembali (UPPLS, 1999) jumlah
tenaga kerja pertanian (petani) masih mendominasi hampir
separuh dari tenaga kerja nasional. Pada tahun 1992-1998
terlihat bahwa mulai tahun 1992-1997 jumlah petani terus
menurun, tetapi karena adanya krisis ekonomi mengakibatkan
sebagian tenaga kerja yang keluar dari sektor pertanian
kembali lagi menekuni bidang pertanian sehingga tahun 1998
jumlah petani meningkat. Hal ini membuktikan bahwa sektor
pertanian masih tetap merupakan penyangga dalam penyerapan
tenaga kerja akibat meningkatnya jumlah pengangguran. Bagi
negara berkembang dengan sector agraris sebagai pondasi
utama nya, swadaya pangan menjadi tuntutan penting untuk
mencapai ketahanan pangan baik lokal maupun nasional.
Melihat
pentingnya sistem pertanian bagi suatu negara agraris
seperti Indonesia, maka selayaknyalah kita waspada terhadap
segala bentuk peyusupan agen-agen biologis yang berperan
sebagai bioweapon. Bahkan dugaan salah satu penyebab
runtuhnya Uni Soviet adalah kegagalan pemerintah negara itu
menjaga ketahanan pangan. Hal itu disebabkan gandum Uni
Soviet selalu terserang penyakit karat batang (Puccinia
graminis) yang dibawa oleh turis-turis Barat ke negara
itu. Karena kekhawatiran serupa, Amerika Serikat menerbitkan
Undang-Undang (UU) Bioterorisme. Dalam UU pengganti UU
Karantina Tumbuhan. Disitu disebutkan bahwa patogen penyebab
penyakit tanaman dicantumkan sebagai salah satu senjata
biologis. Dengan UU itu, kalau ada orang membawa tanaman
atau apa pun yang diduga mengandung patogen, ia bisa dikenai
ancaman hukuman berat karena dikategorikan teroris. Kasus
nyata lain yaitu terinfeksinya lahan kentang di Jawa dan
Sumatera Utara akibat benih kentang dari Perancis yang
membawa penyakit nematode sista kuning (Globodera
rostochinensis) pada Maret 2003. Penyakit ini meyebabkan
lahan yang sudah terinfeksi tidak dapat ditanami kentang
hingga 15 tahun lamanya. Agen hayati lainnya yang memiliki
potensi sebagai agen hayati perusak adalah Magnaporthe
grisea pada tanaman padi.
Hal yang
sama dapat terjadi pada industri anggrek nasional yang saat
ini mulai berkembang. Masalah kompetisi bisnis, ekonomi dan
politik dalam bisnis peranggrekan internasional dapat saja
menjadi latar belakang adanya penyusupan bioweapon ke suatu
negara yang memiliki basis bisnis anggrek. Dengan demikian,
kewaspadaan nasional perlu digalakkan sedini mungkin untuk
mencegah masuknya jenis-jenis penyakit baru yang berpotensi
merusak industri peranggrekan nasional. Cukup banyak
jenis-jenis penyakit yang potensial sebagai agen bioweapon
untuk menyerang anggrek baik dari golongan bakteri, cendawan
maupun virus. Dengan serangkaian kegiatan isolasi, lalu uji
coba preferensi inang, kemudian dilanjutkan dengan rekayasa
resistensi penyakit dengan induksi kimiawi, lalu diuji
kembali dengan metoda postulat Koch, yang disusul dengan
evaluasi persentase serangan dan uji resistensi penyakit
terhadap pestisida. Dengan serangkaian kegiatan ini,
diupayakan untuk ditemukan penyakit dengan tingkat serangan
yang lebih ganas (virulensi tinggi), memiliki range inang
yang luas (polifag) serta toleran terhadap paparan pestisida
dosis tinggi.
Indonesia
menjadi negara yang sangat rawan karena beberapa hal, yaitu
:
-
Memiliki plasma nutfah anggrek alam terbesar di dunia
sebagai modal dasar dalam pemuliaan anggrek dimasa
mendatang.
Merupakan harta besar bagi Indonesia sekaligus incaran
bagi ilmuan-ilmuan botani dan para pemulia tanaman
termasuk breeder anggrek di seluruh dunia sebagai modal
untuk merakit hybrid-hybrid baru yang unggul, khususnya
bagi pesaing di negara-negara Asia, karena mereka
memiliki pola iklim yang lebih sesuai untuk
anggrek-anggrek dari Indonesia.
-
Termasuk negara yang banyak mengimpor bibit-bibit
anggrek dari mancanegara.
Bibit impor yang telah diinfeksi dengan mikroba patogen
berbahaya dapat menjadi “amunisi” bioweapon saat tiba di
Indonesia dan tercampur di lokasi budidaya, dan akan
semakin merebak luas dengan cepat seiring dengan
distribusi perdagangan lokal.
- Bisnis
anggrek di Indonesia banyak menjadi topangan bisnis
skala rumah tangga maupun skala industri besar.
Bisnis anggrek dari sektor hulu hingga hilir sedikit
banyak mampu memperkuat perekonomian masyarakat di lini
terbawah sekaligus terbukanya peluang berkembangnya
industri anggrek nasional serta meningkatnya apresiasi
perakitan hybrid-hybrid baru yang lebih unggul. Oleh
karena itu, peluang ekspor nasional akan semakin
meningkat san membuat persaingan bisnis anggrek baik
lokal maupun Internasional semakin kompetitif.
- Mulai
bangkitnya industri anggrek nasional untuk mencukupi
kebutuhan dalam negeri yang dahulu selalu ditutup dengan
import.
-
Indonesia merupakan negara tropis dengan kelembaban
tinggi, sehingga sangat potensial untuk berkembangnya
mikroba-mikroba patogen
-
Lemahnya sistem karantina dan pengawasan impor terhadap
komoditas pertanian dari luar negeri
Peluang masuknya bibit-bibit impor yang telah terinfeksi
bioweapon akan semakin lebar
Satu hal
penting yang sangat diincar pihak luar adalah kekayaan
plasma nutfah anggrek alam yang dimiliki Indonesia, karena
dari situlah bahan genetic untuk merangkai anggrek-anggrek
hybrid di masa depan. Apabila semua plasma nutfah dan
varian-varian unggul telah “ditransfer” ke luar negeri baik
melalui perdagangan ilegal maupun penyelundupan….saat itulah
tombol roket bioweapon segera dipencet untuk merusak
industri budidaya dalam negeri sehingga menciptakan
ketergantungan komoditas anggrek (misal bunga potong dll)
terhadap pasokan anggrek dari luar. Selain itu, dengan
rusaknya kantung-kantung sentra budidaya anggrek nasional,
maka ekspor anggrek otomatis juga akan melemah, ditambah
dengan peraturan bioterrorisme di manca negara yang semakin
ketat yang kesemuanya bermuara pada melemahnya posisi
Indonesia dalam bisnis anggrek lokal maupun internasional.
Just say goodbay….
Mungkin
artikel ini tampak terlalu phobia atau bahkan hiperbola bagi
banyak orang, bahkan banyak pula yang tersenyum geli. Fiuh
~_~ !!, namun yang pasti, misi untuk menyampaikan wacana ini
telah tersampaikan, sehingga sedikit banyak sudah ada upaya
untuk terus meningkatkan kesadaran akan kewaspadaan dini
terhadap berbagai kemungkinan. Keep smiling and thinking
^_^!!
|
Info-Info Seputar
Anggrek....
Anggrek Merpati
Kerajinan
Tangan
Anggrek
terbesar
Kutu Gajah
Virus-Virus
Ganas |